
LewatLensa.com – Dalam rangka memperingati Hari Kesadaran Autisme Sedunia 2 April lalu yang mengawali bulan April sebagai Autism Awareness Month yang ditentukan oleh United Nations, PESONA AUTISTIK INDONESIA memfasilitasi pameran karya seni lukis dari para pelukis berkebutuhan khusus untuk mendorong upaya bagi mereka meniti jalan menuju kemandiran melalui bakat & talenta seni lukisnya.
Komunitas Seni Pesona Autistik Indonesia (PAI) yang diketuai Mirah Hartika adalah sebuah komunitas yang mewadahi para seniman berkebutuhan khusus dengan menyediakan kesempatan bagi para anggotanya untuk berkegiatan seni bersama, mengembangkan potensi seni mereka, mengasah keterampilan, menciptakan karya-karya unik, mempromosikan serta menjual karya seni mereka, sehingga talenta yang mereka miliki dapat diharapkan menjadi salah satu bekal hidup di masa ke depan.
Acara pameran ini bertujuan untuk memperkenalkan kepada masyarakat bahwa seni adalah media universal yang mampu menghubungkan hati, menumbuhkan empati, dan membangun pemahaman tentang talenta seni yang dimiliki oleh penyandang disabilitas.

PAI ART & BEYOND 2025 berlangsung dari tanggal 11 April – 06 Mei 2025 didukung oleh T_Space by Tompi Gallery. Pameran hasil karya 21 Artis penyandang autistik dengan 31 karya lukisan ini telah dibuka hari Jumat 11 April 2025 pukul 18.30 WIB di Lobby Lounge Hall, T_Space by Tompi Gallery, Jl. Jombang No. 32, Bintaro, Tangerang Selatan. Pameran dibuka oleh pianis dan komponis Ananda Sukarlan, yang juga menjadi salah satu ikon dari Sindrom Asperger yang diidapnya, dengan sambutan singkat dan dalam, didampingi oleh Mirah Hartika. Artis Vino G. Bastian pun ikut memberi sambutan melalui rekaman video. Seluruh acara dipandu oleh Christiana Young, pengurus di PAI.
Ditulis oleh Sydney Morning Herald sebagai “one of the world’s leading pianists .. at the forefront of championing new piano music”, Ananda Sukarlan telah memberikan sejumlah kontribusi signifikan untuk mendukung kaum disabilitas. Ia telah menciptakan lebih dari 80 karya musik yang dirancang khusus untuk penyandang disabilitas fisik, terutama mereka dengan keterbatasan penggunaan tangan. Salah satu karya terkenalnya adalah Rapsodia Nusantara No. 15 dan No. 39, yang dikomposisikan untuk dimainkan hanya dengan tangan kiri, serta no. 41 untuk tangan kanan saja. Karya-karya ini memungkinkan pianis dengan disabilitas untuk tetap berkarya secara virtuosik meskipun hanya menggunakan satu tangan, memberikan mereka akses ke repertoar konser yang kompleks dan bermakna. Dengan demikian Rapsodia Nusantara tidak hanya menghidupkan lagu-lagu daerah Indonesia, tetapi juga menjadi sarana untuk mengadvokasi hak-hak para penyandang disabilitas. Dengan menciptakan karya yang dapat diakses oleh musisi difabel, ia memperjuangkan kesetaraan dan kesempatan dalam dunia seni. Karya ini dimulai di Spanyol, Ananda bekerja sama dengan Fundacion Musica Abierta untuk menciptakan karya musik bagi anak-anak difabel, seperti komposisi piano satu tangan tanpa pedal. Kolaborasi ini memperluas dampaknya secara internasional, memberikan inspirasi dan sumber daya bagi komunitas disabilitas di luar Indonesia.
Sebagai seseorang yang didiagnosis dengan sindrom Asperger, Ananda secara terbuka berbagi pengalamannya untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang disabilitas, khususnya gangguan spektrum autisme. Ia juga melatih guru-guru piano untuk mengajar anak anak autis, membantu menciptakan metode pengajaran yang lebih inklusif.
Kontribusi Ananda Sukarlan ini menunjukkan komitmennya untuk menggunakan musik sebagai alat pemberdayaan, tidak hanya untuk menghibur tetapi juga untuk membuka peluang bagi penyandang disabilitas agar dapat berkarya, berkembang, dan diakui dalam masyarakat. Beberapa poin penting dalam sambutan pembukaan pameran PAI kemarin dapat dirangkum misalnya:
- Autisme bukanlah keterbatasan. Ia hanya membutuhkan pendekatan yang berbeda.
- Anak autis tidaklah nakal. Kita hanya kewalahan dengan kebisingan, cahaya yang terlalu terang, bau-bauan. Kita tidak perlu dihukum, cukup dikasihi, dicintai, dan dipahami.
- Autisme bukanlah kata yang harus ditakuti. Ia adalah orang, sama seperti kita semua, yang membutuhkan cinta.
- Otak autis selalu menangkap detail tambahan yang terlewatkan oleh orang lain. Namun, kita melewatkan beberapa hal yang dilihat atau didengar dengan jelas oleh orang lain, dan itu dapat membingungkan. Ini memberi kita perspektif yang unik! Namun, terkadang juga membuat stres.
- Ketika kita merayakan neurodiversitas, kita tidak hanya mengakui perbedaan, kita juga memberdayakan kemampuan mereka.
- Kita seharusnya tidak memberikan apa yang diinginkan anak-anak kita, dengan atau tanpa autisme. Kita memberikan apa yang mereka butuhkan.
- Pameran luar biasa ini menghadirkan para artis penyandang autistik, seniman hebat yang terus berkarya melampaui ekspektasi. Setiap goresan mereka adalah bukti kegigihan, setiap warna adalah cerminan semangat yang tak tergoyahkan.
- Berbeda itu indah. Terkadang perbedaan itu terlihat, terkadang tidak terlihat. Kita masing-masing juga memiliki perbedaan dalam cara kita memandang dan mengalami dunia. Tidak ada cara yang salah atau benar. Otak yang berbeda, cara berpikir yang berbeda. Menjadi sama itu membosankan. Jadi banggalah menjadi autis, banggalah menjadi berbeda.
Ada 31 karya lukis dari 21 seniman penyandang autisme. Mereka adalah :
- ADINDA MANDITA PRAHARSACITTA
- AINA SAKINAH
- AMANDA CHRISTABELLE LIMAN
- ANFIELD WIBOWO
- CALISTA DAVINA
- CLAIRE NICOLE STEPHANIE SIREGAR
- CLIVE VERRELL ISATYAWAN
- DWI PUTRO
- FATHAN KEMAL PASHA
- FAYYAZ KHAYRI RAMADHAN
- KEANE XAQUILLE FLORIAN
- KEZIA KURYAKIN SIBUEA
- KYLE POLIM
- MELA FIANA ANDREVI WIDYASTI
- M. PANDU RADIANSYAH
- NATHANIEL ALEXANDER MULJANTO
- RAISSA ALYAA RIZQI
- RUBEN R. ROTTY
- SAMUEL KENNEDY YOHANES
- SHAWN DARWIN SURYAWIJAYA
- ZHAFRAN PRAYOGATAMA